Monday, October 17, 2016

Bunga The Fed Bakal Naik: Dolar AS Menguat, Bursa Asia Berguguran


MAIN POKER ONLINE KLIK DISINISaham Asia berjatuhan pada perdagangan Senin (17/10/2016), sementara dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap mata uang negara menyusul komentar Gubernur Bank Sentral AS Janet Yellen yang bakal menaikkan suku bunga acuannya atau Fed Fund Rate (FFR).

Mayoritas bursa saham Asia berguguran, kecuali bursa saham Jepang, Indeks Nikkei 225.

Indeks Hang Seng turun tercatat 0,49%, disusul indeks SSE Composite yang juga turun 0,12%, kemudian indeks Straits Times turun 0,17%, dan indeks S&P/ASX 200 turun 0,83%.


"Meskipun bursa saham Jepang telah reli dalam beberapa minggu terakhir, banyak investor yang berhati-hati," kata Tatsushi Maeno, Senior Strategist di Okasan Asset Management seperti dilansir Reuters, Senin (17/10/2016).

Jumat akhir pekan lalu, Yellen mengungkapkan, The Fed mungkin perlu untuk menjalankan ekonomi 'tekanan tinggi' dalam rangka membalikkan kerusakan akibat krisis keuangan global. Namun, Yellen tidak menjelaskan secara rinci soal ekonomi 'tekanan tinggi' tersebut.

Dalam sambutannya, Yellen memberi sinyal bahwa kemungkinan bank sentral AS The Fed bakal menaikkan tingkat suku bunganya pada Desember tahun ini.

Yellen mungkin lebih memilih menjaga kebijakan moneter jika inflasi melebih target di angka 2% yang bisa mendorong kenaikan tingkat imbal hasil obligasi jangka panjang. Saat ini, yield obligasi dengan tenor 30 tahun mencapai 2,565%, tertinggi dalam 4 bulan terakhir, terakhir berada di angka 2,554%.

Tingginya yield obligasi ini menarik lebih banyak investor asing sehingga membuat dolar AS naik dan menguat terhadap enam mata uang utama negara di dunia.


Indeks dolar naik 1,4% pekan lalu, tujuh bulan tertinggi. Mengutip data perdagangan Reuters, dolar AS siang ini berada di level Rp 13.034.

Euro (EUR) tergelincir terhadap dolar AS dalam 2,5 bulan terakhir ke US$ 1,0964. Sementara yen (JPY) diperdagangkan di 104,25 per dolar AS, terendah dalam 2,5 bulan terakhir.

Di sisi lain, laporan inflasi China pada September 2016 lebih tinggi dari perkiraan dengan harga produsen naik untuk pertama kalinya sejak Januari 2012. 

Laporan data ekonomi China termasuk PDB kuartal ketiga, akan menjadi fokus utama minggu ini.

Ekonomi China kemungkinan tumbuh dengan stabil di angka 6,7% dibandingkan kuartal ketiga dari tahun sebelumnya.

Ekspansi di China diperkirakan masih akan melemah sejak terjadinya krisis global, dan para analis memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi China masih sangat bergantung pada belanja pemerintah, tingkat utang, dan pasar perumahan yang menunjukkan tanda-tanda overheating.

Di samping itu, pelaku pasar juga mewaspadai pelemahan di pasar saham setelah Perdana Menteri Haider al-Abadi mengumumkan dimulainya serangan untuk merebut kembali Mosul, ibu kota Negara Islam yang disebut khalifah di Irak.

Serangan di Mosul didukung oleh koalisi pimpinan AS dan bisa menjadi salah satu operasi militer terbesar di Irak sejak 2003 pimpinan AS, yang menggulingkan Saddam Hussein.

Di tempat lain, baht, mata uang Thailand melemah 0,5% setelah Raja Thailand tutup usia.

"Pengesahan Raja Bhumibol memiliki arti besar, dan Thailand tidak hanya akan memasuki masa berkabung, tapi salah satu perubahan yang dinamis dan ketidakpastian politik," kata Mark Mobius, Executive Chairman dari Templeton Emerging Markets Group.

"Dalam keadaan seperti itu, investor harus siap untuk volatilitas. Dalam jangka panjang, kami percaya ketidakpastian pasar akan berakhir," ujarnya.




No comments:

Post a Comment