Monday, September 26, 2016

Bersih-bersih ala Kapolri Tito Karnavian


MAIN POKER ONLINE KLIK DISINIUsai dilantik pada 13 Juli 2016 lalu, Kapolri Jenderal Tito Karnavian langsung memantapkan target utamanya untuk melakukan perombakan di internal Polri.
Reformasi Polri mengedepankan perbaikan pelayanan kepada masyarakat serta profesionalisme kerja setiap anggota korps Bhayangkara.
Bagi mereka yang tidak berprestasi atau bahkan bermasalah, Tito sejak awal sudah menyatakan tidak segan untuk mencopotnya.

Belum genap 100 hari menjabat, Tito pun mulai memutasi sejumlah pejabat di internal Polri. Tiga orang yang menjadi sorotan adalah Komisaris Besar Franky H Parapat, Komisaris BesarKrishna Murti, dan Brigadir Jenderal (Pol) Supriyanto.

Dikutip dari Kompas, Senin (26/9/2016). Franky H Parapat yang merupakan Direktur Reserse Narkoba Polda Bali menggegerkan internal Polri. Hal itu tidak lepas dari laporan para pengguna narkoba yang diduga diperas oleh Franky.

Pelanggaran yang dilakukan anggota kepolisian, apalagi terkait kasus narkoba, jelas mencoreng Polri yang tengah berbenah untuk mengembalikan kepercayaan publik. Anggota kepolisian yang melanggar seakan tidak mengacuhkan perintah Tito.

"Perang melawan narkoba menjadi prioritas saya saat ini," kata Kepala Polri, Jumat (23/9/2016) pekan lalu.

Tito mengatakan, pemberhentian Franky dari jabatan Direktur Reserse Narkoba Polda Bali merupakan hasil penilaian Kepala Polda Bali. Ia menegaskan, bagi pejabat direktorat narkoba yang tidak berprestasi, hukumannya akan dicopot dari jabatannya.

Selain itu, dalam satu pekan terakhir, nama Komisaris BesarKrishna Murti juga kembali menjadi buah bibir. Bukan karena penanganan kasus kopi sianida yang ditanganinya ataupun kontes di media sosial untuk mendapatkan jaket bertuliskan "Turn Back Crime".

Krishna harus merelakan jabatan Wakil Kepala Polda Lampung yang baru dijabatnya pertengahan Agustus lalu. Padahal, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi telah menyetujui kenaikan tipologi Polda Lampung dari tipe B ke tipe A. Alhasil, jabatan Wakapolda akan diisi oleh seorang perwira berpangkat brigadir jenderal.

Khrisna, yang merupakan lulusan Akademi Kepolisian 1991 itu, akan mengisi jabatan Kepala Bagian Pengembangan Perbatasan Biro Misi Internasional Divisi Hubungan Internasional Polri.



Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengungkapkan, Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi Polrimemutuskan untuk memutasi Krishna karena ia dinilai masih yunior.

"Jabatan Wakapolda Lampung akan diisi oleh perwira yang lebih senior. Selain itu, Pak Krishna, yang memiliki pengalaman internasional, diperlukan tenaga, pemikiran, dan pengalamannya untuk membantu Polri menyukseskan Sidang Interpol, November, di Bali," ujar Boy, Sabtu.

Krishna diganti oleh Kombes Bonifasius Tampoi (Akpol 1984). Uniknya, Bonifasius adalah pejabat Wakapolda Lampung yang digantikan Krishna sebelumnya.

Baik Franky maupun Khrisna dimutasi satu pekan setelah pemeriksaan yang dilakukan Pengamanan Internal pada Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Mabes Polri terhadap keduanya.
Khrisna diperiksa Propam terkait dugaan kekerasan terhadap seorang perempuan. Meski belakangan Khrisna membantah tuduhan tersebut.

Sementara itu, terkait mutasi yang dilakukan kepada Franky yang akan menjabat Analisis Bidang Kebijakan Madya Bidang Informasi Kriminal Nasional Bareskrim Polri, Boy memang mengatakan, hal itu dimaksudkan untuk mempermudah pemeriksaan internal yang dilakukan di Markas Besar Polri.

Selain dua perwira menengah itu, Polri juga mengganti Brigadir Jenderal (Pol) Supriyanto sebagai Kepala Polda Riau dengan Brigjen (Pol) Zulkarnain.

Nama Supriyanto sempat menjadi sorotan publik dalam beberapa bulan terakhir. Hal itu disebabkan Polda Riau mengeluarkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) dalam kasus kebakaran hutan dan lahan yang melibatkan 15 perusahaan pada 2015.

Demosi

Secara terpisah, komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, menilai, penggantian jabatan yang dialami Krishna dan Franky bukan bagian promosi, tetapi mutasi bersifat demosi. Hal itu, lanjutnya, tidak lepas dari proses penyelidikan internal yang tengah berlangsung atas keduanya.

"Saya menganggap mutasi yang dilakukan kepada Franky dan Krishna bersifat demosi. Ini bisa menjadi momentum mewujudkan reformasi internal dan kultural Polri," kata Poengky.

Ia pun berharap, Polri bertindak tegas terhadap oknum kepolisian seperti itu. Selain diselidiki mengenai pelanggaran kode etik, Polrijuga perlu menyelidiki pelanggaran pidana dalam kasus itu sehingga tidak hanya Divisi Propam, tetapi juga akan dilimpahkan kasus itu kepada Bareskrim Polri.

Hukuman tegas bagi oknum yang bermasalah, tambah Poengky, merupakan modal untuk keberhasilan reformasi internal. Tindakan tegas itu menjadi pelajaran dan efek jera bagi anggota kepolisian lain.



No comments:

Post a Comment